Cari di blog ini

Selasa, 15 April 2014

LAPORAN PENDAHULUAN PASIEN DENGAN ANEMIA DI RUANG E RS BETHESDA YOGYAKARTA

LAPORAN PENDAHULUAN PASIEN DENGAN ANEMIA
DI RUANG E RS BETHESDA YOGYAKARTA



Description: D:\Photos\LOGO STIKES.jpg
DISUSUN OLEH :

 DEVRI SETIADI
1202035



PRODI S1 ILMU KEPERAWATAN
STIKES BETHESDA YAKKUM YOGYAKARTA
T.A 2013/2014
PERNYATAAN PERSETUJUAN

Laporan Asuhan Keperawatan ini sudah diteliti dan disetujui oleh
Pembimbing Laboratorium Klinik STIKES Bethesda Yakkum Yogyakarta

Yogyakarta, Juli 2012

Pembimbing Klinik I                                            Pembimbing Klinik II


( Rustamadji, A Md. Kep )                                         ( Danarso, S Kep., Ns. )



Pembimbing Akademik


( Ch. Hatri I., M Kep., Sp. KMB )





BAB I
LANDASAN TEORI
A.    MEDIS
1.      Pengertian
Anemia adalah gejala dari kondisi yang mendasari, seperti kehilangan komponen darah, elemen tak adekuat atau kurangnya nutrisi yang dibutuhkan untuk pembentukan sel darah merah, yang mengakibatkan penurunan kapasitas pengangkut oksigen darah (Doenges, 1999).
Anemia adalah istilah yang menunjukan rendahnya hitungan sel darah merah dan kadar hemoglobin dan hematokrit di bawah normal (Smeltzer, 2002 : 935).
Anemia adalah berkurangnya hingga di bawah nilai normal sel darah merah, kualitas hemoglobin dan volume packed red bloods cells (hematokrit) per 100 ml darah (Price, 2006 :256).
Dengan demikian anemia bukan merupakan suatu diagnosis atau penyakit, melainkan merupakan pencerminan keadaan suatu penyakit atau gangguan fungsi tubuh dan perubahan patotisiologis yang mendasar yang diuraikan melalui anemnesis yang seksama, pemeriksaan fisik dan informasi laboratorium.

2.      Anatomi Fisiologi
SUMSUM TULANG
Sumsum tulang menempati bagian dalam tulang spons dan bagian tengah rongga tulang panjang. Sumsum merupakan 4%-5% BB total, sehingga merupakan yang paling besar dalam tubuh. Sumsum bisa warna merah atau kuning. Sumsum merah merupakan tempat produksi sel darah merah aktif dan meruapakan organ hematopoetik (penghasil darah) utama, sedangkan sumsum kuning tersusun terutama oleh lemak dan tidak aktif dalam produksi elemen darah.
Selama masa kanak-kanak, sebagian besar sumsum berwarna merah. Sesuai dengan pertambahan usia, sebagian besar sumsum pada tulang panjang mengalami perubahan menjadi sumsum kuning, namun masih mempertahankan potensi untuk kembali berubah menjadi jaringan hematopoetik apabila diperlukan. Sumsum merah pada orang dewasa terbatas terutama pada rusuk, kolumna vertebralis, dan tulang pipih lainnya.
Sumsum sangat banyak mengandung pembuluh darah dan tersusun atas jaringan ikat yang mengandung sel bebas. Sel paling primitive dalam populasi sel bebas ini adalah sel stem yang merupakan prekusor dari 2 garis keturunan sel yang berbeda. Garis keturunan myeloid meliputi eritrosit, berbagai jenis leukosit, dan trombosit. Garis keturunan limfoid berdiferensiasi menjadi limfosit.

DARAH
v 
Eritrosit (sel darah merah)
Normalnya 5 ribu per mm3 darah. Sel darah merah normal berbentuk cakram bikonkaf, konfigurasinya mirip dengan bola lunak yang dipijat diantara 2 jari. Diameternya sekitar 8 µm, namun Sangat fleksibel sehingga mampu melewati kapiler yang diameternya 4µm. volume sel darah merah sekitar 90 m3. Membrane sel darah merah sangat tipis sehingga gas seperti oksigen dan karbondioksida dapat dengan mudah berdifusi melaluinya. sel darah merah dewasa tersusun terutama oleh hemoglobin, yang menyusun sampai 95% massa sel. Sel ini tidak mempunyai inti sel lainnya. Adanya sejumlah besar hemoglobin memungkinkan sel ini menjalankan fungsi utamanya, transport O2 antara paru dan jaringan.
Pigmen pembawa oksigen hemoglobin merupakan protein yang berat molekulnya 64.000. molekul ini tersusun atas empat sub unit, masing-masing mengandung bagian heme yang terikat pada rantai globin. Besi berada pada bagian heme molekul ini. Kemampuan khusus bagian heme adalah kemampuannya mengikat oksigen secara longgar dan reversible. Ketika hemeoglobin berikatan dengan oksigen, dinamakan oksihemoglobin. Oksihemoglobin berwarna merah lebih terang disbanding hemoglobin yang tidak mengandung oksigen (hemoglobin tereduksi), maka darah arteri berwarna lebih terang disbanding darah vena. Darah keseluruhan normalnya mengandung 15 g hemoglobin per 100 ml darah, atau 30 µm hemoglobin per seribu eritrosit.
Produksi eritrosit disebut eritropoesis. Eritroblas muncul dari sel stem primitive dalam susmsum tulang. Eritroblas adalah sel berinti yang dalam proses pematangan di sumsum tulang menimbun Hb dan secara bertahap kehilangan intinya. Pada tahap ini, sel dikenal sebagai retikulosit. Pematangan lebih lanjut menjadi eritrosit, disertai dengan menghilangnya material berwarna gelap dan sedikit penyusutan ukuran. Eritrosit matang kemudian dilepaskan dalam sirkulasi. Dalam keadaan eritopoesis cepat, retikulasi dan sel imatur lainnya dapat dilepaskan dalam sirkulasi sebelum waktunya.
Diferensiasi sel stem multipotensial primitive sumsum tulang menjadi eritroblas distimulasi oleh eritropoietin. Suatu substansi yang diproduksi terutama oleh ginjal. Dalam keadaan hipoksia lama, seperti pada kasus orang yang tinggal di ketinggian atau setelah perdarahan berat, terjadi peningkatan kadar eritropoetin dan stimulasi produksi sel darah merah.
Untuk produksi eritrosit normal, sumsum tulang memerlukan besi. Vitamin B12, asam folat, pridoksin (vitamin B6), dan factor lainnya. Defisiensi factor-faktor tersebut Selama eritropoesis mengakibatkan penurunan produksi sel darah merah dan anemia.
Penyimpanan dan metabolisme besi. Kandungan besi tubuh total pada kebanyakan orang dewasa sekitar 3g, sebagian besar terkandung dalam hemoglobin atau salah satu hasil pemecahannya. Normalnya sekitar 0,5-1 mg besi diabsorbsi tiap hari dari traktus intestinalis untuk mengganti kehilangan besi melalui feses. Penambahan jumlah besi, sampai 2 mg perhari harus diabsorbsi oleh wanita dewasa untuk mengganti kehilangan darah selama menstruasi. Defisiensi besi pada orang dewasa (penurunan kandungan besi total) biasanya menunjukkan adanya kehilangan darah dari tubuh – misalnya, akibat perdarahan atau menstruasi yang berlebihan.
Konsentrasi besi dalam darah normalnya sekitar 80-180 µg/dl (SI :14-32 µmol/L) untuk pria dan 60-160 µg/dl (SI:11-29 µmol/L) untuk wanita. Pada defisiensi besi, simpanan besi dalam sumsum tulang dengan cepat dikosongkan, sintesa hemoglobin tertekan, dan sel darah merah yang dihasilkan oleh sumsum lebih kecil dan rendah kadar hemoglobinnya.
Destruksi sel darah merah. Rata-rata rentang hidup sel darah merah yang bersirkulasi adal 120 hari. Sel darah merah tua dibuang dari darah oleh system retikuloendotelial, khusunya dalam hati dan limpa. Sel retikuloendotelial menghasilkan pigeman yang disebut bilirubin, berasal dari hemoglobin yang dilepaskan dari sel darah merah yang rusak. Bilirubin merupakan hasil sampah yang diekskresikan dalam empedu. Besi yang dibebaskan dari Hb selama pembentukan bilirubin, diangkut dalam plasma ke sumsum tulang dalam keadaan terikat pada protein yang dinamakn transferin, yang kemudian diolah lagi untuk menghasilkan Hb baru.
Fungsi eritrosit. Fungsi utama sel darah merah adalah membawa oksigen dari paru ke jaringan. Eritosit mempunyai kemampuan khusus melakukan fungsi ini karena kandungan hemoglobinnya tinggi. Apabila tidak ada hemoglobin, kapasitas pembawa oksigen darah dapat berkurang sampai 99% dan tentunya tidak mencukupi kebutuhan metabolism tubuh. Fungsi penting hemoglobin adalah kemampuannya mengikat oksigen dengan lonngar dan reversible. Dalam darah vena, Hb bergabung dengan ion H+ yang dihasilkan oleh metabolism sel sehingga dapat menyangga kelebihan asam.
v  Leukosit
Dapat berubah-ubah dan dapat bergerak dengan perantaraan kaki palsu, mempunyai bermacam-macam inti sel sehingga dapat dibedakan menurut inti selnya. Warnanya bening. Banyaknya 6000-9000 dalam 1mm3 darah.
Fungsinya sebagai pertahanan tubuh yaitu membunuh dan mmakan bibit penyakit/bakteri yang masuk ke dalam jaringan system retikuloendotel, tempat pembiakannya di dalam limpa dan kelenjar limfe. Sebagai pengankut yaitu mengangkut/membawa zat lemak dari dinding usus melalui limpa terus ke pembuluh darah. Terdapat diseluruh jaringan tubuh manusia.

Macam-macam leukosit meliputi:
1)      Agranulosit. Sel leukosit yang tidak mempunyai granula di dalamnya, yang terdiri dari:
·         Limfosit.
Description: D:\susan\tugas susan\lymphocyte-01a.jpeg
Limfosit dihasilkan dari jaringan RES dan kelenjar limfe, bentknya ada yang besar dan ada yang kecil, di dalam sitoplasmanya tidak terdapat granula dan intinya besar, banyaknya 20%-25% dan fungsinya membunuh dan memakan bakteri yang masuk ke dalam jaringan tubuh.
·         Monosit.
Description: D:\susan\tugas susan\monosit 2.jpg
Terbanyak dibuat di sumsum tulang, lebih besar dari limfosit, fungsinya sebagai fagosit dan banyaknya 34%. Di bawah mikroskop terlihat bahwa protoplasmanya lebar, warna biru sedikt abu-abu mempunyai bintik-bintik sedikit kemerahan. Inti selnya bulat atau panjang.

2)      Granulosit disebut juga leukosit granulat terdiri dari:
·         Neutrofil.
Description: http://drdjebrut.files.wordpress.com/2009/12/netrofil-segmen1.jpg?w=191&h=152
Neutrofi atau polimorfonuklear leukosit, mempunyai inti sel yang kadang-kadang seperti terpisah-pisah, protoplasmanya banyak bintik-bintik halus/granula, banyaknya 60-70%. Fungsinya merespon terhadap benda asing.
·         Eosinofil
Description: D:\susan\tugas susan\eosinofil 1.jpg
Ukuran dan bentuknya hampir sama dengan neutrofil tetapi granula dalam sitoplasmanya lebih besar, banyaknya kira-kira24%. Fungsinya mengatur respon terhadap alergi
·         Basofil.
Description: http://drdjebrut.files.wordpress.com/2009/12/basofil.jpg?w=199&h=159
Basofil lebih kecil dari eoinofil tetapi mempunyai inti yang bentuknya teratur, di dalam protoplasmanya terdapat granula-granula besar. Banyaknya setengah bagian di sumsum tulang. Fungsinya berhubungan dengan inflamasi.

v  Trombosit (sel pembeku)
Trombosit meruapakan benda-benda kecil yang mati yang berntuk dan ukurannya bermacam-macam, ada yang bulat ada yang lonjong, warnanya putih, normal pada orang deawasa 200.000-300.000/mm3.
Fungsinya memegang peranan penting dalam pembekuan darah. Jika banyaknya kurang dari normal, maka bila ada luka darah tidak lekas membeku sehingga timbul perdarahan yang terus-menerus. Trombosit lebih dari 300.000 disebut trombositosis. Trombosit yang kurang dari 200.000 disebut trombositopenia. Di dalam plasma darah terdapat suatu zat yang turut membantu terjadinya peristiwa pembekuan darah, yaitu Ca2+ dan fibrinogen. Fibrinogen mulai bekerja apabila tubuh mendapat luka.
v  Plasma Darah
Apabila elemen seluler diambil dari darah, bagian cairan yang tersisa dinamakan plasma darah. Plasma darah mengandung ion, protein, dan zat lain. Apabila plasma dibiarkan membeku, sisa cairan yang tertinggal dinamakan serum. Serum mempunyai kandungan yang sama dengan plasma, kecuali kandungan fibrinogen dan beberapa faktor pembekuan.
Protein plasma. Tersusun terutama oleh albumin dengan globulin. Globulin tersusun atas fraksi alfa, beta, dan agam yang dapat dilihat dengan uji laboratorium yang dinamakan elektroforesis protein. Masing-masing kelompok disusun oleh protein tertentu.
Gama globulin, yang tersusun terutama oleh antibody, dinamakan immunoglobulin. Protein ini dihasilkan oleh limfosit dan sel plasma.Albumin, terutama penting untuk pemeliharaan volume cairan dalam system vaskuler.

3.      Etiologi
Anemia dapat dibedakan menurut mekanisme kelainan pembentukan, kerusakan atau kehilangan sel-sel darah merah serta penyebabnya. Penyebab anemia antara lain sebagai berikut:
a.         Anemia pasca perdarahan : akibat perdarahan massif seperti kecelakaan, operasi dan persalinan dengan perdarahan atau perdarahan menahun:cacingan.
b.       Anemia defisiensi: kekurangan bahan baku pembuat sel darah. Bisa karena intake kurang, absorbsi kurang, sintesis kurang, keperluan yang bertambah.
c.        Anemia hemolitik: terjadi penghancuran eritrosit yang berlebihan. Karena faktor intrasel: talasemia, hemoglobinopatie,dll. Sedang factor ekstrasel: intoksikasi, infeksi –malaria, reaksi hemolitik transfusi darah.
d.       Anemia aplastik disebabkan terhentinya pembuatan sel darah oleh sumsum tulang (kerusakan sumsum tulang).

4.      Patofisiologi
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sum-sum tulang atau kehilangan sel darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sum-sum tulang dapt terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, inuasi tumor, atau kebanyakan akibat penyebab yang tidak diketahui. Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemolisis (destruksi) pada kasus yang disebut terakhir, masalah dapat akibat efek sel darah merah yang tidak sesuai dengan ketahanan sel darah merah normal atau akibat beberapa factor diluar sel darah merah yang menyebabkan destruksi sel darah merah.
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam system fagositik atau dalam system retikuloendotelial terutama dalam hati dan limpa. Sebagai hasil samping proses ini bilirubin yang sedang terbentuk dalam fagosit akan masuk dalam aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah merah (hemolisis) segera direpleksikan dengan meningkatkan bilirubin plasma (konsentrasi normalnya 1 mg/dl atau kurang ; kadar 1,5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada sclera.
Anemia merupakan penyakit kurang darah yang ditandai rendahnya kadar hemoglobin (Hb) dan sel darah merah (eritrosit). Fungsi darah adalah membawa makanan dan oksigen ke seluruh organ tubuh. Jika suplai ini kurang, maka asupan oksigen pun akan kurang. Akibatnya dapat menghambat kerja organ-organ penting, Salah satunya otak. Otak terdiri dari 2,5 miliar sel bioneuron. Jika kapasitasnya kurang, maka otak akan seperti komputer yang memorinya lemah, Lambat menangkap. Dan kalau sudah rusak, tidak bisa diperbaiki (Sjaifoellah, 1998).
5.      Tanda dan Gejala
Gejala klinis yang muncul merefleksikan gangguan fungsi dari berbagai sistem dalam tubuh antara lain penurunan kinerja fisik, gangguan neurologik (syaraf) yang dimanifestasikan dalam perubahan perilaku, anorexia (badan kurus kerempeng), pica, serta perkembangan kognitif yang abnormal pada anak. Sering pula terjadi abnormalitas pertumbuhan, gangguan fungsi epitel, dan berkurangnya keasaman lambung. Cara mudah mengenal anemia dengan 5L, yakni lemah, letih, lesu, lelah, lalai. Kalau muncul 5 gejala ini, bisa dipastikan seseorang terkena anemia. Gejala lain adalah munculnya sklera (warna pucat pada bagian kelopak mata bawah).
Anemia bisa menyebabkan kelelahan, kelemahan, kurang tenaga dan kepala terasa melayang. Jika anemia bertambah berat, bisa menyebabkan stroke atau serangan jantung(Sjaifoellah, 1998).

6.      Pemeriksaan Diagnostik
Jumlah darah lengkap (JDL) : hemoglobin dan hemalokrit menurun.
Jumlah eritrosit : menurun (AP), menurun berat (aplastik); MCV (molume korpuskular rerata) dan MCH (hemoglobin korpuskular rerata) menurun dan mikrositik dengan eritrosit hipokronik (DB), peningkatan (AP). Pansitopenia (aplastik).
Jumlah retikulosit : bervariasi, misal : menurun (AP), meningkat (respons sumsum tulang terhadap kehilangan darah/hemolisis).
Pewarna sel darah merah : mendeteksi perubahan warna dan bentuk (dapat mengindikasikan tipe khusus anemia).
LED : Peningkatan menunjukkan adanya reaksi inflamasi, misal : peningkatan kerusakan sel darah merah : atau penyakit malignasi.
Masa hidup sel darah merah : berguna dalam membedakan diagnosa anemia, misal : pada tipe anemia tertentu, sel darah merah mempunyai waktu hidup lebih pendek.
Tes kerapuhan eritrosit : menurun (DB).
SDP : jumlah sel total sama dengan sel darah merah (diferensial) mungkin meningkat (hemolitik) atau menurun (aplastik).
Jumlah trombosit : menurun caplastik; meningkat (DB); normal atau tinggi (hemolitik)
Hemoglobin elektroforesis : mengidentifikasi tipe struktur hemoglobin.
Bilirubin serum (tak terkonjugasi): meningkat (AP, hemolitik).
Folat serum dan vitamin B12 membantu mendiagnosa anemia sehubungan dengan defisiensi masukan/absorpsi
Besi serum : tak ada (DB); tinggi (hemolitik)
TBC serum : meningkat (DB)
Feritin serum : meningkat (DB)
Masa perdarahan : memanjang (aplastik)
LDH serum : menurun (DB)
Tes schilling : penurunan eksresi vitamin B12 urine (AP)
Guaiak : mungkin positif untuk darah pada urine, feses, dan isi gaster, menunjukkan perdarahan akut / kronis (DB).
Analisa gaster : penurunan sekresi dengan peningkatan pH dan tak adanya asam hidroklorik bebas (AP).
Aspirasi sumsum tulang/pemeriksaan/biopsi : sel mungkin tampak berubah dalam jumlah, ukuran, dan bentuk, membentuk, membedakan tipe anemia, misal: peningkatan megaloblas (AP), lemak sumsum dengan penurunan sel darah (aplastik).
Pemeriksaan andoskopik dan radiografik : memeriksa sisi perdarahan : perdarahan GI (Doenges, 1999).

7.      Penatalaksanaan Medik
Tindakan umum :
Penatalaksanaan anemia ditunjukan untuk mencari penyebab dan mengganti darah yang hilang.
a.       Transpalasi sel darah merah.
b.      Antibiotik diberikan untuk mencegah infeksi.
c.       Suplemen asam folat dapat merangsang pembentukan sel darah merah
d.      Menghindari situasi kekurangan oksigen atau aktivitas yang membutuhkan oksigen
e.       Obati penyebab perdarahan abnormal bila ada.
f.       Diet kaya besi yang mengandung daging dan sayuran hijau.

Pengobatan (untuk pengobatan tergantung dari penyebabnya) :
a.       Anemia defisiensi besi
b.      Penatalaksanaan :
Mengatur makanan yang mengandung zat besi, usahakan makanan yang diberikan seperti ikan, daging, telur dan sayur.
c.       Pemberian preparat fe
d.      Perrosulfat 3x 200mg/hari/per oral sehabis makan
e.       Peroglukonat 3x 200 mg/hari /oral sehabis makan.
f.        Anemia pernisiosa : pemberian vitamin B12
g.      Anemia asam folat : asam folat 5 mg/hari/oral
h.      Anemia karena perdarahan : mengatasi perdarahan dan syok dengan pemberian cairan dan transfusi darah.

8.      Komplikasi
Anemia juga menyebabkan daya tahan tubuh berkurang. Akibatnya, penderita anemia akan mudah terkena infeksi. Gampang batuk-pilek, gampang flu, atau gampang terkena infeksi saluran napas, jantung juga menjadi gampang lelah, karena harus memompa darah lebih kuat. Pada kasus ibu hamil dengan anemia, jika lambat ditangani dan berkelanjutan dapat menyebabkan kematian, dan berisiko bagi janin. Selain bayi lahir dengan berat badan rendah, anemia bisa juga mengganggu perkembangan organ-organ tubuh, termasuk otak (Sjaifoellah, 1998).

9.      Pencegahan
Pilih makanan yang kaya vitamin
Banyak jenis anemia tidak dapat dicegah. Namun, dapat membantu menghindari anemia defisiensi besi dan anemia kekurangan vitamin dengan memilih diet yang mencakup berbagai vitamin dan nutrisi, termasuk:
·         Besi Besi makanan kaya. Termasuk daging sapi dan lainnya, kacang-kacangan, lentil, diperkaya zat besi sereal, sayuran berdaun hijau dan buah kering.
·         Folat gizi ini,. Dan bentuk sintetisnya, asam folat, dapat ditemukan dalam buah jeruk dan jus, pisang, sayuran berdaun hijau, kacang-kacangan dan diperkaya roti, sereal dan pasta.
·         Vitamin B-12 Vitamin ini ditemukan secara alami pada daging dan produk susu.. Ini juga ditambahkan ke beberapa sereal dan produk kedelai, seperti susu kedelai.
·         Vitamin C. Makanan yang mengandung vitamin C, seperti buah jeruk, melon dan berry, membantu meningkatkan penyerapan zat besi.
Pertimbangkan konseling genetik jika memiliki riwayat keluarga anemia
Jika memiliki riwayat keluarga anemia yang diwariskan, seperti anemia sel sabit, berbicara dengan dokter dan mungkin seorang konselor genetik tentang risiko dan risiko apa yang dapat menyampaikan kepada anak.

10.  Prognosa
Seberapa baik seseorang dengan anemia akan sembuh tergantung pada penyebab anemia dan bagaimana parah itu. Misalnya, jika ulkus lambung yang menyebabkan anemia karena perdarahan maka anemia dapat disembuhkan jika ulkus diperlakukan dan perdarahan berhenti. Jika anemia disebabkan oleh gagal ginjal, namun, maka kemungkinan besar akan memerlukan pengobatan jangka panjang. Secara umum, orang muda pulih dari anemia lebih cepat daripada orang yang lebih tua. Orang muda juga mentolerir anemia lebih baik dari orang tua karena orang tua cenderung memiliki masalah medis yang lebih kronis. Anemia  hampir semua masalah medis buruk.

B.     KEPERAWATAN
1.      Pengkajian
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara menyeluru(Boedihartono, 1994).
Pengkajian pasien dengan anemia (Doenges, 1999) meliputi :
a.       Aktivitas / istirahat:
·         Gejala : keletihan, kelemahan, malaise umum. Kehilangan produktivitas ; penurunan semangat untuk bekerja. Toleransi terhadap latihan rendah. Kebutuhan untuk tidur dan istirahat lebih banyak.
·         Tanda : takikardia/ takipnae ; dispnea pada waktu bekerja atau istirahat. Letargi, menarik diri, apatis, lesu, dan kurang tertarik pada sekitarnya. Kelemahan otot, dan penurunan kekuatan. Ataksia, tubuh tidak tegak. Bahu menurun, postur lunglai, berjalan lambat, dan tanda-tanda lain yang menunujukkan keletihan.

b.      Sirkulasi
·         Gejala : riwayat kehilangan darah kronik, misalnya perdarahan GI kronis, menstruasi berat (DB), angina, CHF (akibat kerja jantung berlebihan). Riwayat endokarditis infektif kronis. Palpitasi (takikardia kompensasi).
·         Tanda :
TD : peningkatan sistolik dengan diastolik stabil dan tekanan nadi melebar, hipotensi postural.
Disritmia : abnormalitas EKG, depresi segmen ST dan pendataran atau depresi gelombang T; takikardia.
Bunyi jantung : murmur sistolik (DB).
Ekstremitas (warna) : pucat pada kulit dan membrane mukosa (konjuntiva, mulut, faring, bibir) dan dasar kuku. (catatan: pada pasien kulit hitam, pucat dapat tampak sebagai keabu-abuan).
Kulit seperti berlilin, pucat (aplastik, AP) atau kuning lemon terang (AP).
Sklera : biru atau putih seperti mutiara (DB). Pengisian kapiler melambat (penurunan aliran darah ke kapiler dan vasokontriksi kompensasi)
kuku : mudah patah, berbentuk seperti sendok (koilonikia) (DB).
Rambut : kering, mudah putus, menipis, tumbuh uban secara premature (AP).
c.       Integritas ego
·         Gejala : keyakinanan agama/budaya mempengaruhi pilihan pengobatan, misalnya penolakan transfusi darah.
·         Tanda : depresi.

d.      Eleminasi                          
·         Gejala : riwayat pielonefritis, gagal ginjal. Flatulen, sindrom malabsorpsi (DB). Hematemesis, feses dengan darah segar, melena. Diare atau konstipasi. Penurunan haluaran urine.
·         Tanda : distensi abdomen.
e.       Makanan/cairan
·         Gejala : penurunan masukan diet, masukan diet protein hewani rendah/masukan produk sereal tinggi (DB). Nyeri mulut atau lidah, kesulitan menelan (ulkus pada faring). Mual/muntah, dyspepsia, anoreksia. Adanya penurunan berat badan. Tidak pernah puas mengunyah atau peka terhadap es, kotoran, tepung jagung, cat, tanah liat, dan sebagainya (DB).
·         Tanda : lidah tampak merah daging/halus (AP; defisiensi asam folat dan vitamin B12). Membrane mukosa kering, pucat. Turgor kulit : buruk, kering, tampak kisut/hilang elastisitas (DB). Stomatitis dan glositis (status defisiensi). Bibir : selitis, misalnya inflamasi bibir dengan sudut mulut pecah. (DB).
f.       Neurosensori
·         Gejala : sakit kepala, berdenyut, pusing, vertigo, tinnitus, ketidak mampuan berkonsentrasi. Insomnia, penurunan penglihatan, dan bayangan pada mata. Kelemahan, keseimbangan buruk, kaki goyah ; parestesia tangan/kaki (AP) ; klaudikasi. Sensasi manjadi dingin.
·         Tanda : peka rangsang, gelisah, depresi cenderung tidur, apatis. Mental : tak mampu berespons, lambat dan dangkal. Oftalmik : hemoragis retina (aplastik, AP). Epitaksis : perdarahan dari lubang-lubang (aplastik). Gangguan koordinasi, ataksia, penurunan rasa getar, dan posisi, tanda Romberg positif, paralysis (AP).
g.      Nyeri/kenyamanan
·         Gejala : nyeri abdomen samara : sakit kepala (DB)

h.      Pernapasan
·         Gejala : riwayat TB, abses paru. Napas pendek pada istirahat dan aktivitas.
·         Tanda : takipnea, ortopnea, dan dispnea.
i.        Keamanan
·         Gejala : riwayat pekerjaan terpajan terhadap bahan kimia. Riwayat terpajan pada radiasi; baik terhadap pengobatan atau kecelekaan. Riwayat kanker, terapi kanker. Tidak toleran terhadap dingin dan panas. Transfusi darah sebelumnya. Gangguan penglihatan, penyembuhan luka buruk, sering infeksi.
·         Tanda : demam rendah, menggigil, berkeringat malam, limfadenopati umum. Ptekie dan ekimosis (aplastik).
j.        Seksualitas
·         Gejala : perubahan aliran menstruasi, misalnya menoragia atau amenore (DB). Hilang libido (pria dan wanita). Imppoten.
·         Tanda : serviks dan dinding vagina pucat.

2.      Diagnosa Keperawatan
a.       Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan penurunan intake, mual dan anoreksia (penurunan nafsu makan).
b.       Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai O2 ke jaringan dengan kebutuhan sekunder dari penurunan curang jantung.
c.        Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh sekunder yang tidak adekuat (mis: penurunan hemoglobin, eukopenia, supresi/penurunan respon inflamasi)
d.       Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen/nutrient ke sel.
e.        Kurang pengetahuan sehubungan dengan kurang terpajan/mengingat ; salah interpretasi informasi ; tidak mengenal sumber informasi.

3.      Rencana Keperawatan
Diagnosa 1: Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan penurunan intake, mual dan anoreksia (penurunan nafsu makan).
Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil :
·         menunujukkan peningkatan/mempertahankan berat badan dengan nilai laboratorium normal.
·         tidak mengalami tanda mal nutrisi.
·         Menununjukkan perilaku, perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan atau mempertahankan berat badan yang sesuai
Intervensi
No
Intervensi
Rasional
1.
Kaji riwayat nutrisi, termasuk makan yang disukai
mengidentifikasi defisiensi, memudahkan intervensi
2
Observasi dan catat masukkan makanan pasien
mengawasi masukkan kalori atau kualitas kekurangan konsumsi makanan.

3
Timbang berat badan setiap hari.

mengawasi penurunan berat badan atau efektivitas intervensi nutrisi.
4
Berikan makan sedikit dengan frekuensi sering dan atau makan diantara waktu makan.
menurunkan kelemahan, meningkatkan pemasukkan dan mencegah distensi gaster.
5
Observasi dan catat kejadian mual/muntah, flatus dan dan gejala lain yang berhubungan.
gejala GI dapat menunjukkan efek anemia (hipoksia) pada organ.

6
Berikan dan Bantu hygiene mulut yang baik ; sebelum dan sesudah makan, gunakan sikat gigi halus untuk penyikatan yang lembut.
gejala GI dapat menunjukkan efek anemia (hipoksia) pada organ
7
Kolaborasi pada ahli gizi untuk rencana diet.
membantu dalam rencana diet untuk memenuhi kebutuhan individual.
8
Kolaborasi ; pantau hasil pemeriksaan laboraturium
meningkatakan efektivitas program pengobatan, termasuk sumber diet nutrisi yang dibutuhkan
9
berikan obat sesuai indikasi
kebutuhan penggantian tergantung pada tipe anemia dan atau adanyan masukkan oral yang buruk dan defisiensi yang diidentifikasi

Diagnosa 2: Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai O2 ke jaringan dengan kebutuhan sekunder dari penurunan curang jantung.
Tujuan : dapat mempertahankan/meningkatkan ambulasi/aktivitas.
Kriteria hasil :
·         melaporkan peningkatan toleransi aktivitas (termasuk aktivitas sehari-hari)
·         menunjukkan penurunan tanda intolerasi fisiologis, misalnya nadi, pernapasan, dan tekanan darah masih dalam rentang normal.
Intervensi:
No
Intervensi
Rasional
1
Kaji kemampuan ADL pasien
mempengaruhi pilihan intervensi/bantuan
2
Kaji kehilangan atau gangguan keseimbangan, gaya jalan dan kelemahan otot
menunjukkan perubahan neurology karena defisiensi vitamin B12 mempengaruhi keamanan pasien/risiko cedera
3
Observasi tanda-tanda vital sebelum dan sesudah aktivitas
manifestasi kardiopulmonal dari upaya jantung dan paru untuk membawa jumlah oksigen adekuat ke jaringan
4
Berikan lingkungan tenang, batasi pengunjung, dan kurangi suara bising, pertahankan tirah baring bila di indikasikan
meningkatkan istirahat untuk menurunkan kebutuhan oksigen tubuh dan menurunkan regangan jantung dan paru.
5
Gunakan teknik menghemat energi, anjurkan pasien istirahat bila terjadi kelelahan dan kelemahan, anjurkan pasien melakukan aktivitas semampunya (tanpa memaksakan diri).
meningkatkan aktivitas secara bertahap sampai normal dan memperbaiki tonus otot/stamina tanpa kelemahan. Meingkatkan harga diri dan rasa terkontrol.
6
Libatkan keluarga klien menentukan makanan klien
Keluarga klien yang lebih dekat dengan klien, jadi lebih tau aopa yang diinginkan klien sehingga tepat dalam menetukan makanan yang disukai klien tetapi bergizi.
Diagnosa 3: Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen/nutrient ke sel.
Tujuan : peningkatan perfusi jaringan
Kriteria hasil : menunjukkan perfusi adekuat, misalnya tanda vital stabil.
Intervensi:
No
Intervensi
Rasional
1
Kaji tanda vital, kaji pengisian kapiler, warna kulit/membrane mukosa, dasar kuku
memberikan informasi tentang derajat/keadekuatan perfusi jaringan dan membantu menetukan kebutuhan intervensi.
Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi
2
Awasi upaya pernapasan ; auskultasi bunyi napas perhatikan bunyi adventisius
dispnea, gemericik menununjukkan gangguan jajntung karena regangan jantung lama/peningkatan kompensasi curah jantung.
3
Selidiki keluhan nyeri dada/palpitasi.
iskemia seluler mempengaruhi jaringan miokardial/ potensial risiko infark.
4
Hindari penggunaan botol penghangat atau botol air panas. Ukur suhu air mandi dengan thermometer
termoreseptor jaringan dermal dangkal karena gangguan oksigen
5
Kolaborasi pengawasan hasil pemeriksaan laboraturium. Berikan sel darah merah lengkap/packed produk darah sesuai indikasi.
mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan pengobatan /respons terhadap terapi.
6
Kolaborasi Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.
memaksimalkan transport oksigen ke jaringan




Diagnosa 4: Risiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan sekunder (penurunan hemoglobin leucopenia, atau penurunan granulosit (respons inflamasi tertekan)
Tujuan : Infeksi tidak terjadi.
Kriteria hasil :
·         mengidentifikasi perilaku untuk mencegah/menurunkan risiko infeksi.
·         meningkatkan penyembuhan luka, bebas drainase purulen atau eritema, dan demam.
Intervensi:
No
Intervensi
Rasional
1
Tingkatkan cuci tangan yang baik ; oleh pemberi perawatan dan pasien
mencegah kontaminasi silang/kolonisasi bacterial. Catatan : pasien dengan anemia berat/aplastik dapat berisiko akibat flora normal kulit.
2
Pertahankan teknik aseptic ketat pada prosedur/perawatan luka
menurunkan risiko kolonisasi/infeksi bakteri
3
Berikan perawatan kulit, perianal dan oral dengan cermat
menurunkan risiko kerusakan kulit/jaringan dan infeksi.
4
Motivasi perubahan posisi/ambulasi yang sering, latihan batuk dan napas dalam.
meningkatkan ventilasi semua segmen paru dan membantu memobilisasi sekresi untuk mencegah pneumonia.
5
Tingkatkan masukkan cairan adekuat
membantu dalam pengenceran secret pernapasan untuk mempermudah pengeluaran dan mencegah stasis cairan tubuh misalnya pernapasan dan ginjal
6
Pantau/batasi pengunjung. Berikan isolasi bila memungkinkan.
membatasi pemajanan pada bakteri/infeksi. Perlindungan isolasi dibutuhkan pada anemia aplastik, bila respons imun sangat terganggu
7
Pantau suhu tubuh. Catat adanya menggigil dan takikardia dengan atau tanpa demam
adanya proses inflamasi/infeksi membutuhkan evaluasi/pengobatan.

8
Amati eritema/cairan luka.
indikator infeksi lokal. Catatan : pembentukan pus mungkin tidak ada bila granulosit tertekan
9
Kolaborasi Ambil specimen untuk kultur/sensitivitas sesuai indikasi
membedakan adanya infeksi, mengidentifikasi pathogen khusus dan mempengaruhi pilihan pengobatan
10
Kolaborasi Berikan antiseptic topical ; antibiotic sistemik
mungkin digunakan secara propilaktik untuk menurunkan kolonisasi atau untuk pengobatan proses infeksi local


C.    Kepustakaan
·         Boedihartono. 1994. Proses Keperawatan di Rumah Sakit. Jakarta.
·         Burton, J.L. 1990. Segi Praktis Ilmu Penyakit Dalam. Binarupa Aksara : Jakarta
·         Carpenito, L. J. 1999. Rencana Asuhan keperawatan dan dokumentasi keperawatan, Diagnosis Keperawatan dan Masalah Kolaboratif, ed. 2. EGC : Jakarta
·         Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian pasien. ed.3. EGC : Jakarta
·         Effendi , Nasrul. 1995. Pengantar Proses Keperawatan. EGC : Jakarta.
·         Hassa. 1985. Ilmu Kesehatan Anak jilid 1. FKUI : Jakarta
·         Noer, Sjaifoellah. 1998. Standar Perawatan Pasien. Monica Ester : Jakarta.
·         Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, edisi 7. EGC : Jakarta