Cari di blog ini

Senin, 15 April 2013

Setiap Orang Genius Pernah Jadi Orang Gagal

"Berpikirlah seperti ratu. Ratu tidak
takut gagal. Kegagalan adalah batu
loncatan lain untuk keberhasilan" -
Oprah Winfrey
Dear Petrus,
Saat Anda mengalami masa-masa sulit,
memang susah menjaga pola pikir untuk
tetap  positif dan mencegah hati
merasa sebagai seorang pecundang.
Tetapi dengan mengingat lagi
kisah-kisah orang besar, bisa
dipastikan setiap orang yang berhasil
pasti pernah gagal. Tetapi mereka
tidak pernah menganggap dirinya
sebagai orang gagal.
Wolfgang Mozart, misalnya, salah satu
pencipta musik genius pernah dikritik
oleh Kaisar Ferdinand yang menganggap
operanya berjudul The Marriage of
Vigaro "terlalu bising" dan
mengandung "terlalu banyak not".
Pelukis Vincent van Gogh yang
lukisannya mencapai rekor tertinggi
dalam nilai penjualan, hanya berhasil
menjual satu lukisan selama seumur
hidupnya.
Mantan presiden Amerika Serikat,
Abraham Lincoln pun punya daftar
panjang kegagalan. Gagal dalam
bisnis, berulang kali juga gagal
terpilih menjadi anggota kongres dan
senat. Hingga pada akhirnya, di tahun
1860 ia terpilih sebagai presiden
ke-16 Amerika Serikat  dan menjadi
salah satu presiden tersukses dalam
sejarah negara itu.
Pada akhirnya, tidak jadi masalah,
kapan dan di mana Anda pernah gagal
atau berapa banyak kesalahan yang
Anda buat. Saat menghadapi semua
kesulitan, penolakan dan kegagalan
itu, tetaplah percaya diri dan
MENOLAK menganggap diri sebagai
orang gagal.


Sebuah Mimpi Yang Tertulis

Dear Petrus yang murah senyum,
Tersenyumlah, setiap kali Anda
membuka mata di pagi hari.
Tersenyumlah untuk hari baru, harapan
baru dan berkah baru.
Meskipun Anda sedang punya masalah,
Anda selalu punya sejuta alasan untuk
tersenyum. Karena jika Anda hitung,
berkah Tuhan pasti lebih banyak
daripada masalah yang datang kepada
Anda.
Petrus tersenyumlah, karena kemana pun
Anda pergi, atau apapun bahasa yang
diucapkan orang, setiap orang di
semua budaya dan negara ini mengerti
dan merespon untuk sebuah bahasa
universal:  senyum... :-)
Senyum menciptakan koneksi dengan
orang yang asing sekali pun, yang
tidak berbicara dalam bahasa kita.
Senyum juga menular. Begitu Anda
tersenyum pada orang lain, ia akan
tersenyum balik kepada Anda.
Petrus tersenyumlah, karena senyum Anda
akan merangsang munculnya
hormon-hormon seratonin, dopamine dan
hormon-hormon lainnya yang memberikan
rasa senang dan bahagia kepada Anda.
Senyum Anda juga dapat memperkebal
sistem imun tubuh, mengurangi stress,
menurunkan tekanan darah dan
meningkatkan citra positif Anda.
Petrus tersenyumlah, senyum manis Anda
yang akan dikenang orang lain dan
menghibur orang-orang yang Anda
kasihi.
Petrus tersenyumlah, karena senyum itu
pun mudah dan gratis :-)

Selasa, 02 April 2013

ASKEP SISTEM PENCERNAAN

LAPORAN ASKEP PENGOBATAN SISTEM PENCERNAAN
KELOMPOK 4
ILMU DASAR KEPERAWATAN IV
Christina Irma. K                                           0902012
Retni Mares Tiyanti                                       0902051
Rifan Aditya P.W                                           0902053
Antonia Dera Resinta                                     1202008
Petrus Dwi Asmara                                        1202167
Calvin Rivaldo R                                            1202025
Dian Esthi K. D                                              1202036
Theresia Sila                                                   1202136
Greny Estivany N                                           1202054
Steffy Putri Amanda                                       1202132
Priska Eka P                                                   1202117
            Kristiani Sara                                                 1202072         
            Kwalita Budhi S                                              1202076
Maria Hermina T. B                                      1202089
Maria P.B Do Rosario                                               1202092



STIKES BETHESDA YAKKUM  YOGYAKARTA
TAHUN 2012 / 2013


KATA PENGANTAR


Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya kami telah dapat menyelesaikan makalah “Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Konstipasi”.
Kami menyadari bahwa masih terdapat kesalahan pada makalah ini. Untuk itu, kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun demi kesempurnaan di masa yang akan datang. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kami khususnya dan bagi pembaca umumnya.


Yogyakarta, April 2013


Penulis



















DAFTAR ISI

Kata Pengantar
Daftar Isi

Bab I : Pendahuluan
A.    Latar Belakang
B.    Tujuan

Bab II : Isi
A.    Definisi
B.    Etiologi
C.    Patofisiologi
D.    Manifestasi Klinis
E.    Komplikasi
F.    Penatalaksanaan
G.    Asuhan Keperawatan

Bab III : Penutup
A.    Kesimpulan
Daftar Pustaka













BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang
Konstipasi atau sembelit adalah terhambatnya defekasi (buang air besar) dari kebiasaan normal. Dapat diartikan sebagai defekasi yang jarang, jumlah feses (kotoran) kurang, atau fesesnya keras dan kering. Semua orang dapat mengalami konstipasi, terlebih pada lanjut usia (lansia) akibat gerakan peristaltik (gerakan semacam memompa pada usus, red) lebih lambat dan kemungkinan sebab lain. Kebanyakan terjadi jika makan kurang berserat, kurang minum, dan kurang olahraga. Kondisi ini bertambah parah jika sudah lebih dari tiga hari berturut-turut.

Mencegah konstipasi secara umum ternyata tidaklah sulit. Lagi-lagi, kuncinya adalah mengonsumsi serat yang cukup. Serat yang paling mudah diperoleh adalah pada buah dan sayur. Jika penderita konstipasi ini mengalami kesulitan mengunyah, misalnya karena ompong, haluskan sayur atau buah tersebut dengan blender.

B.    Tujuan
a.    Tujuan umum :
Mengetahui dan memahami konsep teori konstipasi dan asuhan keperawatan dalam menangani kasus konstipasi

b.    Tujuan khusus :
1.      Memahami definisi konstipasi
2.      Memahami etiologi konstipasi
3.      Memahami patofisiologis konstipasi
4.      Memahami manifestasi klinis konstipasi
5.      Memahami komplikasi konstipasi pada usia lanjut
6.      Memahami penatalaksanaan konstipasi
7.      Memahami asuhan keperawatan pada konstipasi







BAB II
ISI

A.    Definisi

Konstipasi merupakan defekasi tidak teratur yang abnormal dan juga pengerasan feses tak normal yang membuat pasasenya sulit dan kadang menimbulkan nyeri.Konstipasi sering diartikan sebagai kurangnya frekuensi buang air besar, biasanya kurang dari 3 kali per minggu dengan feses yang kecil-kecil dan keras dan kadang-kadang disertai kesulitan sampai rasa sakit saat buang air besar (NIDDK, 2000).Konstipasi adalah suatu keluhan, bukan penyakit (Holson, 2002;Azer, 2001). Pada umumnya konstipasi sulit didefinisikan secara tegas karena sebagai suatu keluhan terdapat variasi yang berlainan antara individu (Azer,2001). Penggunaan istilah konstipasi secara keliru dan belum adanya definisi yang universal menyebabkan lebih kaburnya hal ini (Hamdy, 1984). Sedangkan batasan dari konstipasi klinik yang sesungguhnya adalah ditemukannya sejumlah feses pada kolon, rektum atau keduanya yang tampak pada foto polos perut (Harari, 1999).Para tenaga medis mendefinisikan konstipasi sebagai penurunan frekuensi buang air besar, kesulitan dalam mengeluarkan feses, atau perasaan tidak tuntas ketika buang air besar. Studi epidemiologik menunjukkan kenaikan pesat konstipasi berkaitan dengan usia terutama berdasarkan keluhan penderita dan bukan karena konstipasi klinik. Banyak orang mengira dirinya konstipasi bila tidak buang air besar setiap hari. Sering ada perbedaan pandangan antara dokter dan penderita tentang arti konstipasi (cheskin dkk, 1990).

B.    Etiologi
1.      Obat-obatan tertentu (tranquilizer, antikolinergis, antihipersensitif, opioid, antasida dengan aluminium)
2.      Gangguan rektal/anal (hemoroid, fisura)
3.      Obstruksi (kanker usus)
4.      Kondisi metabolis, neurologis, dan neuromuskuler
5.      Kondisi endokrin
6.      Keracunan timah
7.      Gangguan jaringan pembuluh
Faktor penyebab lainnya mencakup kelemahan, imobilitas, kecacatan, keletihan, dan ketidakmampuan untuk meningkatkan tekanan intra-abdomen untuk mempermudah pasase feses, seperti yang terjadi pada emfisema.

C.    Patofisiologi

            Patofisiologi konstipasi masih belum dipahami. Konstipasi diyakini, berhubungan dengan pengaruh dari sepertiga fungsi utama kolon : (1) transpor mukosa, (2) aktifitas mioelektrik, atau (3) proses defekasi. Dorongan untuk defekasi secara normal dirangsang oleh distensi rektal melalui empat tahap kerja : rangsangan refleks penyekat rektoanal, relaksasi otot sfingter internal, relaksasi otot sfingter external dan otot dalam region pelvik, dan peningkatan tekanan intra-abdomen. Gangguan salah satu dari empat proses ini dapat menimbulkan konstipasi.
Apabila dorongan untuk defekasi diabaikan, membran mukosa rektal dan muskulatur menjadi tidak peka terhadap adanya massa fekal, dan akibatnya rangsangan yang lebih kuat diperlukan untuk menghasilkan dorongan peristaktik tertentu agar terjadi defekasi. Efek awal retensi fekal ini adalah untuk menimbulkan kepekaan kolon, dimana pada tahap ini sering mengalami spasme, khususnya setelah makan, sehingga menimbulkan nyeri kolik midabdominal atau abdomen bawah. Setelah proses ini berlangsung sampai beberapa tahun, kolon kehilangan tonus dan menjadi sangat tidak responsif terhadap rangsangan normal, akhirnya terjadi konstipasi. Atoni usus juga terjadi pada proses penuaan, dan hal ini dapat diakibatkan oleh penggunaan laksatif yang berlebihan.

D.    Manifestasi Klinis
1.      Distensi abdomen
2.      Borborigimus
3.      Rasa nyeri dan tekanan
4.      Penurunan nafsu makan
5.      Sakit kepala
6.      Kelelahan
7.      Tidak dapat makan
8.      Sensasi pengosongan tidak lengkap
9.      Mengejan saat defekasi
10.  Eliminasi volume feses sedikit, keras, dan kering

E.    Komplikasi
1.      Hipertensi arterial
2.       Imfaksi fekal Hemoroid dan fisura anal
3.       Megakolon

F.    Penatalaksanaan
a. Pengobatan non-farmakologis
1.      Latihan usus besar
Melatih usus besar adalah suatu bentuk latihan perilaku yang disarankan pada penderita konstipasi yang tidak jelas penyebabnya. Penderita dianjurkan mengadakan waktu secara teratur setiap hari untuk memanfaatkan gerakan usus besarnya. dianjurkan waktu ini adalah 5-10 menit setelah makan, sehingga dapat memanfaatkan reflex gastro-kolon untuk BAB. Diharapkan kebiasaan ini dapat menyebabkan penderita tanggap terhadap tanda-tanda dan rangsang untuk BAB, dan tidak menahan atau menunda dorongan untuk BAB ini.


2.      Diet
Peran diet penting untuk mengatasi konstipasi terutama pada golongan usia lanjut. Data epidemiologis menunjukkan bahwa diet yang mengandung banyak serat mengurangi angka kejadian konstipasi dan macam-macam penyakit gastrointestinal lainnya, misalnya divertikel dan kanker kolorektal. Serat meningkatkan massa dan berat feses serta mempersingkat waktu transit di usus. untuk mendukung manfaa serat ini, diharpkan cukup asupan cairan sekitar 6-8 gelas sehari, bila tidak ada kontraindikasi untuk asupan cairan.
3.      Olahraga
cukup aktivitas atau mobilitas dan olahraga membantu mengatasi konstipasi jalan kaki atau lari-lari kecil yang dilakukan sesuai dengan umur dan kemampuan pasien, akan menggiatkan sirkulasi dan perut untuk memeperkuat otot-otot dinding perut, terutama pada penderita dengan atoni pada otot perut.

b.    Pengobatan farmakologis
Jika modifikasi perilaku ini kurang berhasil, ditambahkan terapi farmakologis, dan biasanya dipakai obat-obatan golongan pencahar. Ada 4 tipe golongan obat pencahar :
1.      Memperbesar dan melunakkan massa feses, antara lain : Cereal, Methyl selulose, Psilium.
2.      Melunakkan dan melicinkan feses, obat ini bekerja dengan menurunkan tegangan permukaan feses, sehingga mempermudah penyerapan air. Contohnya : minyak kastor, golongan dochusate.
3.      Golongan osmotik yang tidak diserap, sehingga cukup aman untuk digunakan, misalnya pada penderita gagal ginjal, antara lain : sorbitol, laktulose, gliserin
4.      Merangsang peristaltik, sehingga meningkatkan motilitas usus besar. Golongan ini yang banyak dipakai. Perlu diperhatikan bahwa pencahar golongan ini bisa dipakai untuk jangka panjang, dapat merusak pleksusmesenterikus dan berakibat dismotilitas kolon. Contohnya : Bisakodil, Fenolptalein.

G.    Asuhan Keperawatan
a.    Pengkajian
        Riwayat kesehatan dibuat untuk mendapatkan informasi tentang awitan dan durasi konstipasi, pola emliminasi saat ini dan masa lalu, serta harapan pasien tentang elininasi defekasi. Informasi gaya hidup harus dikaji, termasuk latihan dan tingkat aktifitas, pekerjaan, asupan nutrisi dan cairan, serta stress. Riwayat medis dan bedah masa lalu, terapi obat-obatan saat ini, dan penggunaan laksatif serta enema adalah penting. Pasien harus ditanya tentang adanya tekanan rektal atau rasa penuh, nyeri abdomen, mengejan berlebihan saat defekasi, flatulens, atau diare encer.
        Pengkajian objektif mencakup inspeksi feses terhadap warna, bau, konsistensi, ukuran, bentuk, dan komponen. Abdomen diauskultasi terhadap adanya bising usus dan karakternya. Distensi abdomen diperhatikan. Area peritonial diinspeksi terhadap adanya hemoroid, fisura, dan iritasi kulit.
b.    Diagnosa Keperawatan
1.      Konstipasi berhubungan dengan pola defekasi tidak teratur
2.       Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan hilangnya nafsu makan
3.      Nyeri akut berhubungan dengan akumulasi feses keras pada abdomen

c.    Intervensi Keperawatan
1.    Konstipasi berhubungan dengan pola defekasi tidak teratur
        Tujuan : pasien dapat defekasi dengan teratur (setiap hari)
        Kriteria hasil :
a.       Defekasi dapat dilakukan satu kali sehari
b.      Konsistensi feses lembut
c.       Eliminasi feses tanpa perlu mengejan berlebihan

Intervensi
Mandiri
a.       Tentukan pola defekasi bagi klien dan latih klien untuk menjalankannya
b.      Atur waktu yang tepat untuk defekasi klien seperti sesudah makan
c.       Berikan cakupan nutrisi berserat sesuai dengan indikasi
d.      Berikan cairan jika tidak kontraindikasi 2-3 liter per hari
Kolaborasi
a.       Pemberian laksatif atau enema sesuai indikasi   
2.    Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan hilangnya nafsu makan
Tujuan : menunjukkan status gizi baik
Kriteria Hasil :
a.       Toleransi terhadap diet yang dibutuhkan
b.      Mempertahankan massa tubuh dan berat badan dalam batas normal
c.       Nilai laboratorium dalam batas normal
d.      Melaporkan keadekuatan tingkat energy

Intervensi
Mandiri
1.      Buat perencanaan makan dengan pasien untuk dimasukkan ke dalam jadwal makan.
2.      Dukung anggota keluarga untuk membawa makanan kesukaan pasien dari rumah.
3.      Tawarkan makanan porsi besar disiang hari ketika nafsu makan tinggi
4.      Pastikan diet memenuhi kebutuhan tubuh sesuai indikasi.
5.      Pastikan pola diet yang pasien yang disukai atau tidak disukai.
6.      Pantau masukan dan pengeluaran dan berat badan secara periodik.
7.      Kaji turgor kulit pasien



Kolaborasi
1.      Pantau nilai laboratorium, seperti Hb, albumin, dan kadar glukosa darah
2.      Ajarkan metode untuk perencanaan makan  
3.      Nyeri akut berhubungan dengan akumulasi feses keras pada abdomen

Tujuan :
1.      Menunjukkan nyeri telah berkurang
Kriteria Hasil :
1.      Menunjukkan teknik relaksasi secara individual yang efektif untuk mencapai kenyamanan
2.      Mempertahankan tingkat nyeri pada skala kecil
3.      Melaporkan kesehatan fisik dan psikologisi
4.      Mengenali faktor penyebab dan menggunakan tindakan untuk mencegah nyeri
5.      Menggunakan tindakan mengurangi nyeri dengan analgesik dan non-analgesik secara tepat.

Intervensi
Mandiri
a.       Bantu pasien untuk lebih berfokus pada aktivitas dari nyeri dengan melakukan penggalihan melalui televisi atau  radio
b.      Perhatikan bahwa lansia mengalami peningkatan sensitifitas terhadap efek analgesik opiate
c.       Perhatikan kemungkinan interaksi obat – obat dan obat penyakit pada lansia   












BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Konstipasi sering diartikan sebagai kurangnya frekuensi buang air besar, biasanya kurang dari 3 kali per minggu dengan feses yang kecil-kecil dan keras dan kadang-kadang disertai kesulitan sampai rasa sakit saat buang air besar. Konstipasi merupakan masalah umum yang disebabkan oleh penurunan motilitas, kurang aktivitas, penurunan kekuatan dan tonus otot.
Manifestasi klinis yang sering muncul adalah distensi abdomen, borborigimus, Rasa nyeri dan tekanan, penurunan nafsu makan, sakit kepala, kelelahan, tidak dapat makan, sensasi pengosongan tidak lengkap, mengejan saat defekasi, eliminasi volume feses sedikit, keras, dan kering. Komplikasi yang bisa terjadi jika konstipasi tidak diatasi adalah hipertensi arterial, imfaksi fekal, hemoroid dan fisura anal, megakolon
Penatalaksanaan konstipasi pada lansia dengan tatalaksana non farmakologik : cairan, serat, bowel training, latihan jasmani, evaluasi panggunaan obat. Tatalaksana farmakologik : pencahar pembentuk tinja, pelembut tinja, pencahar stimulant, pencahar hiperosmolar dan enema.


















DAFTAR PUSTAKA


Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
Carpenito, Juall Lynda. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 10. Jakarta: EGC
Doenges, E. Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC.

ASKEP SISTEM PENCERNAAN

LAPORAN ASKEP PENGOBATAN SISTEM PENCERNAAN
KELOMPOK 4
ILMU DASAR KEPERAWATAN IV
Christina Irma. K                                           0902012
Retni Mares Tiyanti                                       0902051
Rifan Aditya P.W                                           0902053
Antonia Dera Resinta                                     1202008
Petrus Dwi Asmara                                        1202167
Calvin Rivaldo R                                            1202025
Dian Esthi K. D                                              1202036
Theresia Sila                                                   1202136
Greny Estivany N                                           1202054
Steffy Putri Amanda                                       1202132
Priska Eka P                                                   1202117
            Kristiani Sara                                                 1202072         
            Kwalita Budhi S                                              1202076
Maria Hermina T. B                                      1202089
Maria P.B Do Rosario                                               1202092



STIKES BETHESDA YAKKUM  YOGYAKARTA
TAHUN 2012 / 2013


KATA PENGANTAR


Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya kami telah dapat menyelesaikan makalah “Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Konstipasi”.
Kami menyadari bahwa masih terdapat kesalahan pada makalah ini. Untuk itu, kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun demi kesempurnaan di masa yang akan datang. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kami khususnya dan bagi pembaca umumnya.


Yogyakarta, April 2013


Penulis



















DAFTAR ISI

Kata Pengantar
Daftar Isi

Bab I : Pendahuluan
A.    Latar Belakang
B.    Tujuan

Bab II : Isi
A.    Definisi
B.    Etiologi
C.    Patofisiologi
D.    Manifestasi Klinis
E.    Komplikasi
F.    Penatalaksanaan
G.    Asuhan Keperawatan

Bab III : Penutup
A.    Kesimpulan
Daftar Pustaka













BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang
Konstipasi atau sembelit adalah terhambatnya defekasi (buang air besar) dari kebiasaan normal. Dapat diartikan sebagai defekasi yang jarang, jumlah feses (kotoran) kurang, atau fesesnya keras dan kering. Semua orang dapat mengalami konstipasi, terlebih pada lanjut usia (lansia) akibat gerakan peristaltik (gerakan semacam memompa pada usus, red) lebih lambat dan kemungkinan sebab lain. Kebanyakan terjadi jika makan kurang berserat, kurang minum, dan kurang olahraga. Kondisi ini bertambah parah jika sudah lebih dari tiga hari berturut-turut.

Mencegah konstipasi secara umum ternyata tidaklah sulit. Lagi-lagi, kuncinya adalah mengonsumsi serat yang cukup. Serat yang paling mudah diperoleh adalah pada buah dan sayur. Jika penderita konstipasi ini mengalami kesulitan mengunyah, misalnya karena ompong, haluskan sayur atau buah tersebut dengan blender.

B.    Tujuan
a.    Tujuan umum :
Mengetahui dan memahami konsep teori konstipasi dan asuhan keperawatan dalam menangani kasus konstipasi

b.    Tujuan khusus :
1.      Memahami definisi konstipasi
2.      Memahami etiologi konstipasi
3.      Memahami patofisiologis konstipasi
4.      Memahami manifestasi klinis konstipasi
5.      Memahami komplikasi konstipasi pada usia lanjut
6.      Memahami penatalaksanaan konstipasi
7.      Memahami asuhan keperawatan pada konstipasi







BAB II
ISI

A.    Definisi

Konstipasi merupakan defekasi tidak teratur yang abnormal dan juga pengerasan feses tak normal yang membuat pasasenya sulit dan kadang menimbulkan nyeri.Konstipasi sering diartikan sebagai kurangnya frekuensi buang air besar, biasanya kurang dari 3 kali per minggu dengan feses yang kecil-kecil dan keras dan kadang-kadang disertai kesulitan sampai rasa sakit saat buang air besar (NIDDK, 2000).Konstipasi adalah suatu keluhan, bukan penyakit (Holson, 2002;Azer, 2001). Pada umumnya konstipasi sulit didefinisikan secara tegas karena sebagai suatu keluhan terdapat variasi yang berlainan antara individu (Azer,2001). Penggunaan istilah konstipasi secara keliru dan belum adanya definisi yang universal menyebabkan lebih kaburnya hal ini (Hamdy, 1984). Sedangkan batasan dari konstipasi klinik yang sesungguhnya adalah ditemukannya sejumlah feses pada kolon, rektum atau keduanya yang tampak pada foto polos perut (Harari, 1999).Para tenaga medis mendefinisikan konstipasi sebagai penurunan frekuensi buang air besar, kesulitan dalam mengeluarkan feses, atau perasaan tidak tuntas ketika buang air besar. Studi epidemiologik menunjukkan kenaikan pesat konstipasi berkaitan dengan usia terutama berdasarkan keluhan penderita dan bukan karena konstipasi klinik. Banyak orang mengira dirinya konstipasi bila tidak buang air besar setiap hari. Sering ada perbedaan pandangan antara dokter dan penderita tentang arti konstipasi (cheskin dkk, 1990).

B.    Etiologi
1.      Obat-obatan tertentu (tranquilizer, antikolinergis, antihipersensitif, opioid, antasida dengan aluminium)
2.      Gangguan rektal/anal (hemoroid, fisura)
3.      Obstruksi (kanker usus)
4.      Kondisi metabolis, neurologis, dan neuromuskuler
5.      Kondisi endokrin
6.      Keracunan timah
7.      Gangguan jaringan pembuluh
Faktor penyebab lainnya mencakup kelemahan, imobilitas, kecacatan, keletihan, dan ketidakmampuan untuk meningkatkan tekanan intra-abdomen untuk mempermudah pasase feses, seperti yang terjadi pada emfisema.

C.    Patofisiologi

            Patofisiologi konstipasi masih belum dipahami. Konstipasi diyakini, berhubungan dengan pengaruh dari sepertiga fungsi utama kolon : (1) transpor mukosa, (2) aktifitas mioelektrik, atau (3) proses defekasi. Dorongan untuk defekasi secara normal dirangsang oleh distensi rektal melalui empat tahap kerja : rangsangan refleks penyekat rektoanal, relaksasi otot sfingter internal, relaksasi otot sfingter external dan otot dalam region pelvik, dan peningkatan tekanan intra-abdomen. Gangguan salah satu dari empat proses ini dapat menimbulkan konstipasi.
Apabila dorongan untuk defekasi diabaikan, membran mukosa rektal dan muskulatur menjadi tidak peka terhadap adanya massa fekal, dan akibatnya rangsangan yang lebih kuat diperlukan untuk menghasilkan dorongan peristaktik tertentu agar terjadi defekasi. Efek awal retensi fekal ini adalah untuk menimbulkan kepekaan kolon, dimana pada tahap ini sering mengalami spasme, khususnya setelah makan, sehingga menimbulkan nyeri kolik midabdominal atau abdomen bawah. Setelah proses ini berlangsung sampai beberapa tahun, kolon kehilangan tonus dan menjadi sangat tidak responsif terhadap rangsangan normal, akhirnya terjadi konstipasi. Atoni usus juga terjadi pada proses penuaan, dan hal ini dapat diakibatkan oleh penggunaan laksatif yang berlebihan.

D.    Manifestasi Klinis
1.      Distensi abdomen
2.      Borborigimus
3.      Rasa nyeri dan tekanan
4.      Penurunan nafsu makan
5.      Sakit kepala
6.      Kelelahan
7.      Tidak dapat makan
8.      Sensasi pengosongan tidak lengkap
9.      Mengejan saat defekasi
10.  Eliminasi volume feses sedikit, keras, dan kering

E.    Komplikasi
1.      Hipertensi arterial
2.       Imfaksi fekal Hemoroid dan fisura anal
3.       Megakolon

F.    Penatalaksanaan
a. Pengobatan non-farmakologis
1.      Latihan usus besar
Melatih usus besar adalah suatu bentuk latihan perilaku yang disarankan pada penderita konstipasi yang tidak jelas penyebabnya. Penderita dianjurkan mengadakan waktu secara teratur setiap hari untuk memanfaatkan gerakan usus besarnya. dianjurkan waktu ini adalah 5-10 menit setelah makan, sehingga dapat memanfaatkan reflex gastro-kolon untuk BAB. Diharapkan kebiasaan ini dapat menyebabkan penderita tanggap terhadap tanda-tanda dan rangsang untuk BAB, dan tidak menahan atau menunda dorongan untuk BAB ini.


2.      Diet
Peran diet penting untuk mengatasi konstipasi terutama pada golongan usia lanjut. Data epidemiologis menunjukkan bahwa diet yang mengandung banyak serat mengurangi angka kejadian konstipasi dan macam-macam penyakit gastrointestinal lainnya, misalnya divertikel dan kanker kolorektal. Serat meningkatkan massa dan berat feses serta mempersingkat waktu transit di usus. untuk mendukung manfaa serat ini, diharpkan cukup asupan cairan sekitar 6-8 gelas sehari, bila tidak ada kontraindikasi untuk asupan cairan.
3.      Olahraga
cukup aktivitas atau mobilitas dan olahraga membantu mengatasi konstipasi jalan kaki atau lari-lari kecil yang dilakukan sesuai dengan umur dan kemampuan pasien, akan menggiatkan sirkulasi dan perut untuk memeperkuat otot-otot dinding perut, terutama pada penderita dengan atoni pada otot perut.

b.    Pengobatan farmakologis
Jika modifikasi perilaku ini kurang berhasil, ditambahkan terapi farmakologis, dan biasanya dipakai obat-obatan golongan pencahar. Ada 4 tipe golongan obat pencahar :
1.      Memperbesar dan melunakkan massa feses, antara lain : Cereal, Methyl selulose, Psilium.
2.      Melunakkan dan melicinkan feses, obat ini bekerja dengan menurunkan tegangan permukaan feses, sehingga mempermudah penyerapan air. Contohnya : minyak kastor, golongan dochusate.
3.      Golongan osmotik yang tidak diserap, sehingga cukup aman untuk digunakan, misalnya pada penderita gagal ginjal, antara lain : sorbitol, laktulose, gliserin
4.      Merangsang peristaltik, sehingga meningkatkan motilitas usus besar. Golongan ini yang banyak dipakai. Perlu diperhatikan bahwa pencahar golongan ini bisa dipakai untuk jangka panjang, dapat merusak pleksusmesenterikus dan berakibat dismotilitas kolon. Contohnya : Bisakodil, Fenolptalein.

G.    Asuhan Keperawatan
a.    Pengkajian
        Riwayat kesehatan dibuat untuk mendapatkan informasi tentang awitan dan durasi konstipasi, pola emliminasi saat ini dan masa lalu, serta harapan pasien tentang elininasi defekasi. Informasi gaya hidup harus dikaji, termasuk latihan dan tingkat aktifitas, pekerjaan, asupan nutrisi dan cairan, serta stress. Riwayat medis dan bedah masa lalu, terapi obat-obatan saat ini, dan penggunaan laksatif serta enema adalah penting. Pasien harus ditanya tentang adanya tekanan rektal atau rasa penuh, nyeri abdomen, mengejan berlebihan saat defekasi, flatulens, atau diare encer.
        Pengkajian objektif mencakup inspeksi feses terhadap warna, bau, konsistensi, ukuran, bentuk, dan komponen. Abdomen diauskultasi terhadap adanya bising usus dan karakternya. Distensi abdomen diperhatikan. Area peritonial diinspeksi terhadap adanya hemoroid, fisura, dan iritasi kulit.
b.    Diagnosa Keperawatan
1.      Konstipasi berhubungan dengan pola defekasi tidak teratur
2.       Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan hilangnya nafsu makan
3.      Nyeri akut berhubungan dengan akumulasi feses keras pada abdomen

c.    Intervensi Keperawatan
1.    Konstipasi berhubungan dengan pola defekasi tidak teratur
        Tujuan : pasien dapat defekasi dengan teratur (setiap hari)
        Kriteria hasil :
a.       Defekasi dapat dilakukan satu kali sehari
b.      Konsistensi feses lembut
c.       Eliminasi feses tanpa perlu mengejan berlebihan

Intervensi
Mandiri
a.       Tentukan pola defekasi bagi klien dan latih klien untuk menjalankannya
b.      Atur waktu yang tepat untuk defekasi klien seperti sesudah makan
c.       Berikan cakupan nutrisi berserat sesuai dengan indikasi
d.      Berikan cairan jika tidak kontraindikasi 2-3 liter per hari
Kolaborasi
a.       Pemberian laksatif atau enema sesuai indikasi   
2.    Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan hilangnya nafsu makan
Tujuan : menunjukkan status gizi baik
Kriteria Hasil :
a.       Toleransi terhadap diet yang dibutuhkan
b.      Mempertahankan massa tubuh dan berat badan dalam batas normal
c.       Nilai laboratorium dalam batas normal
d.      Melaporkan keadekuatan tingkat energy

Intervensi
Mandiri
1.      Buat perencanaan makan dengan pasien untuk dimasukkan ke dalam jadwal makan.
2.      Dukung anggota keluarga untuk membawa makanan kesukaan pasien dari rumah.
3.      Tawarkan makanan porsi besar disiang hari ketika nafsu makan tinggi
4.      Pastikan diet memenuhi kebutuhan tubuh sesuai indikasi.
5.      Pastikan pola diet yang pasien yang disukai atau tidak disukai.
6.      Pantau masukan dan pengeluaran dan berat badan secara periodik.
7.      Kaji turgor kulit pasien



Kolaborasi
1.      Pantau nilai laboratorium, seperti Hb, albumin, dan kadar glukosa darah
2.      Ajarkan metode untuk perencanaan makan  
3.      Nyeri akut berhubungan dengan akumulasi feses keras pada abdomen

Tujuan :
1.      Menunjukkan nyeri telah berkurang
Kriteria Hasil :
1.      Menunjukkan teknik relaksasi secara individual yang efektif untuk mencapai kenyamanan
2.      Mempertahankan tingkat nyeri pada skala kecil
3.      Melaporkan kesehatan fisik dan psikologisi
4.      Mengenali faktor penyebab dan menggunakan tindakan untuk mencegah nyeri
5.      Menggunakan tindakan mengurangi nyeri dengan analgesik dan non-analgesik secara tepat.

Intervensi
Mandiri
a.       Bantu pasien untuk lebih berfokus pada aktivitas dari nyeri dengan melakukan penggalihan melalui televisi atau  radio
b.      Perhatikan bahwa lansia mengalami peningkatan sensitifitas terhadap efek analgesik opiate
c.       Perhatikan kemungkinan interaksi obat – obat dan obat penyakit pada lansia   












BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Konstipasi sering diartikan sebagai kurangnya frekuensi buang air besar, biasanya kurang dari 3 kali per minggu dengan feses yang kecil-kecil dan keras dan kadang-kadang disertai kesulitan sampai rasa sakit saat buang air besar. Konstipasi merupakan masalah umum yang disebabkan oleh penurunan motilitas, kurang aktivitas, penurunan kekuatan dan tonus otot.
Manifestasi klinis yang sering muncul adalah distensi abdomen, borborigimus, Rasa nyeri dan tekanan, penurunan nafsu makan, sakit kepala, kelelahan, tidak dapat makan, sensasi pengosongan tidak lengkap, mengejan saat defekasi, eliminasi volume feses sedikit, keras, dan kering. Komplikasi yang bisa terjadi jika konstipasi tidak diatasi adalah hipertensi arterial, imfaksi fekal, hemoroid dan fisura anal, megakolon
Penatalaksanaan konstipasi pada lansia dengan tatalaksana non farmakologik : cairan, serat, bowel training, latihan jasmani, evaluasi panggunaan obat. Tatalaksana farmakologik : pencahar pembentuk tinja, pelembut tinja, pencahar stimulant, pencahar hiperosmolar dan enema.


















DAFTAR PUSTAKA


Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
Carpenito, Juall Lynda. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 10. Jakarta: EGC
Doenges, E. Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC.